Minggu, 10 November 2013

MANAJEMEN PERSEDIAAN

A.    Pengertian Persediaan




Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi ataupun suku cadang.



Sebagai salah satu asset penting dalam perusahaan – karena biasanya mempunyai nilai yang cukup besar serta mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya biaya operasi – perencanaan dan pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan penting untuk mendapat perhatian khusus dari manajemen perusahaan.



B.     Fungsi Persediaan




Beberapa fungsi penting persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, yaitu :



1.      Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan.



2.      Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.



3.      Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang secara musiman atau inflasi



4.      Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.



C.    Klasifikasi ABC dalam Persediaan




Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain dengan menggunakan analisis nilai persediaan. Dalam analisis ini, persediaan dibedakan berdasarkan nilai investasi yang terpakai dalam satu periode. Biasanya, persediaan dibedakan dalam tiga kelas, yaitu A, B, dan C berdasarkan atas nilai persediaan. Yang dimaksud dengan nilai dalam klasifikasi ABC bukan harga persediaan per unit, melainkan volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode (biasanya satu tahun) dikalikan dengan harga per unit.



Kriteria masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC, sebagai berikut :



1.      Kelas A – Persediaan yang memiliki volume tahunan rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total persediaan, meskipun jumlahnya hanya sedikit, biasa hanya 20% dari seluruh item. Persediaan yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam pengadaannya karena dalam kelas ini memerlukan perhatian tinggi dalam pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi. Pengawasan harus dilakukan secara intensif.
2.      Kelas B – Persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang menengah. Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30% dari jumlah item. Di sini diperlukan teknik pengendalian yang moderat.
3.      Kelas C – Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50% dari jumlah item persediaan.Di sini diperlukan teknik pengendalian yang sederhana, pengendalian hanya dilakukan sesekali saja.



Nilai persentase di atas tidak mutlak, namun tergantung dari kebijakan perusahaan. Demikian pula jumlah kelas, tidakterbatas pada tiga kelas, tetapi dapat dilakukan untuk lebih dari tiga kelas atau kurang.



Contoh 1 :




Suatu perusahaan dalam proses produksinya menggunakan 10 item bahan baku. Kebutuhan persediaan selama satu tahun dan harga bahan baku per unit seperti dalam tabel berikut :



Tabel 1. Data Item Persediaan

Item
Kebutuhan (unit/tahun)
Harga (rupiah/unit)
H – 102
H – 103
H – 104
H – 105
H – 106
H – 107
H – 108
H – 109
H – 110
  800
3.000
   600
   800
1.000
2.400
1.800
   780
   780
1.000
     600
     100
  2.200
     550
  1.500
     250
  2.500
  1.500
12.200
     200



Untuk membagi kesepuluh jenis persediaan tesebut dalam tiga kelas A, B, C dapat dilakukan sebagai berikut :



Tabel 2 Klasifikasi ABC dalam Persediaan



Item
Volume tahunan (unit)
Harga per unit
 (rupiah)
Volume tahunan (ribu rp)
Nilai kumulatif (ribu rp)
Nilai kumulatif (persen)
Kelas
1
2
3
4
5
6
7
H – 109
H – 107
H – 105
H – 103
H – 108
H – 106
H – 101
H – 104
H – 102
H - 110
   780
1.800
1.000
   600
   780
2.400
   800
   800
3.000
1.000
12.200
  2.500
  1.500
  2.200
  1.500
     250
     600
     550
     100
     200
9.516
4.500
1.500
1.320
1.170
   600
   480
   440
   300
   200
9.516
14.016
15.516
16.836
18.006
18.606
19.086
19.526
19.826
20.026
47,5
70,0
77,5
84,1
89,9
92,9
95,3
97,5
99,0
100,0
A
A
B
B
B
C
C
C
C
C
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa :



1.      Kelas A memiliki volume tahunan rupiah sebesar 70,0% dari total persediaan, yang terdiri dari 2 item (20%), yaitu item H-109 dan H-107.



2.      Kelas B memiliki nilai volume tahunan rupiah sebesar 19,9% dari total persediaan, yang terdiri dari item 3 (30%) persediaan.



3.      Kelas C memiliki nilai volume tahuna rupiah sebesar 10,1% dari total persediaan, yang terdiri dari 5 item (50%) persediaan







D.    Biaya-Biaya dalam Persediaan




Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :



1.Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan (ordering cost, procurement costs) adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan/barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedianya barang di gudang. Biaya pemesanan ini meliputi semua biaya administrasi dan penempatan order, biaya pemilihan vendor/pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan barang



2.Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan (carrying costs, holding costs) adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini, antara lain biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya asuransi ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama penyimpanan.
3.Biaya Kekurangan Persediaan
Biaya kekurangan persediaan (shortage costs, stockout costs) adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Dalam perusahaan manufaktur, biaya ini merupakan biaya kesempatan yang timbul misalnya karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan yang diproses, yang antara lain meliputi biaya kehilangan waktu produksi bagi mesin dan karyawan.



Biaya kekurangan persediaan sulit untuk diukur dan sering hanya diperkirakan besarnya secara subyektif. Namun, tidak berarti biaya kekurangan persediaan itu tidak bias dihitung. Tabel 3 berikut ini merupakan suatu contoh bagaimana menghitung biaya kekurangan persediaan. Pendekatan yang dilakukan dengan mencari rata-rata kerugian yang timbul akibat tidak tersedianya persediaan dan probabilitas terjadinya untuk setiap kasus



  


Tabel 3 Contoh Perhitungan Biaya Kekurangan Persediaan



Kasus
Jumlah observasi
Probabilitas
Kerugian (Rp/kasus)
Rata-rata biaya (Rp)
Tertundanya penjualan



Kehilangan penjualan



Kehilangan pelanggan


50
130
20
0,25
0,65
0,10
0
500
20.000
0
325
2.000
Jumlah
200
1,00


2.325



E.     Model-Model Persediaan




Untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan, telah dikembangkan beberapa model dalam manajemen persediaan :



1.      Model Persediaan Kuantitas Pesanan Ekonomis
Kuantitas pesanan ekonomis (economics order quantity/EOQ) merupakan salah satu model klasik, diperkenalkan oleh FW Harris pada tahun 1914, tetapi paling banyak dikenal dalam teknik pengendalian persediaan. EOQ banyak dipergunakan sampai saat ini karena mudah dalam penggunaannya, meskipun dalam penerapannya harus memperhatikan asumsi yang dipakai.
Asumsi tersebut sebagai berikut :
§  Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam



§  Kebutuhan / permintaan barang diketahui dan konstan



§  Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan



§  Barang yang dipesan diterima dalam satu kelompok



§  Harga barang tetap dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli



§  Waktu tenggang (lead time) diketahui dan konstan











Tidak ada komentar:

Posting Komentar